Langsung ke konten utama

 

YANG TERJANGKIT BUKANLAH MUSUH!

Azzahra Fitri Videyarani

"Mereka yang terjangkit bukanlah musuh. Sejatinya viruslah musuhnya, bukan pasiennya. Stop kekerasan pada pasien COVID-19."

 Tahun 2020 diibaratkan tahun penuh kecemasan, kepanikan, dan ketakutan bagi seluruh negara di dunia. Bagaimana tidak, hampir di seluruh belahan di dunia terkena dampak dari adanya virus baru yang dikenal dengan corona virus atau COVID-19. Hingga saat ini, tingkat positif masih terus bertambah diberbagai daerah di Indonesia. Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju penambahan kasus positif COVID-19 dengan berbagai upaya. Salah satunya dengan memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat.

Mulai sejak kasus pertama muncul, pemerintah telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Para pasien positif COVID-19 diharapkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing atau di fasilitas kesehatan yang telah disiapkan. Sedangkan masyarakat yang sehat diminta untuk tetap di dalam rumah dan menerapkan protokol kesehatan yang berlaku jika berada di luar rumah.

Namun, tidak sedikit masyarakat yang enggan melaksanakan himbauan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mereka dengan santainya melanggar prokes seperti tidak menggunakan masker dan membuat kerumunan. Parahnya lagi, masih dijumpai mereka yang positif COVID-19 berkeliaran dengan mengabaikan prokes. Inilah yang membuat sebagian masyarakat geram dan melakukan tindakan ekstrim seperti kekerasan dan penganiayaan.

Kekerasan dalam bentuk apapun tidak pernah dibenarkan. Berdasarkan Pasal 28G ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945, setiap manusia berhak mendapatkan perlindungan dan rasa aman dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya. Salah satu bentuk hak tersebut adalah terlindung dari tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal. Kekerasan dalam bentuk penganiayaan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah sesuai dalam Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 A menyebutkan jika setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 pasal 9 ayat 3 juga menyebutkan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Artinya, masyarakat yang bebas dari COVID-19 pun memiliki hak untuk mempertahankan kesehatan serta merasa aman dan sehat di lingkungannya.

Perlu disadari, bahwasanya COVID-19 bukanlah pandemi yang dapat dilihat sebelah mata. Ribuan bahkan jutaan manusia sudah menjadi korban jiwa diberbagai belahan dunia. Tentunya perlu adanya kesadaran diri pada diri masyarakat yang terjangkit COVID-19 utnuk melaksanakan anjuran dan peraturan pemerintah. Mereka seharusmya tetap berada dirumah untuk isolasi mandiri atau pergi ke tempat isolasi yang telah disediakan oleh pemerintah. Bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, tetapi untuk mejaga keselamatan dan kesehatan keluarga dan masyarakat sekitar.

Pasien positif COVID-19 tetaplah manusia. Mereka memiliki hak yang harus tetap dipenuhi. Mereka yang terjangkit tetapi tetap mengabaikan prokes, seharusnya diberi edukasi dan wawasan tentang konsekuensi tindakan mereka. Masyarakat sekitar dihimbau menggunakan cara-cara persuasif atau edukasi untuk menegur mereka yang melanggar. Jikalau mereka masih tetap "ngeyel", laporkan kepada petugas covid-19 daerah tersebut agar segera mendapatkan fasilitas kesehatan yang sesuai. 

Kekerasan dan penganiayaan bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Sudah waktunya untuk lebih bijak dalam menangani kasus seperti ini dengan bijak dan  kepala dingin. Tentu bukan keinginan kita tertular virus COVID-19, tetapi kita perlu tetap menghormati hak mereka yang terjangkit sebagai manusia khususnya warga negara Indonesia. Jika kita menjadi mereka, kita juga tidak ingin mendapatkan perlakuan diskriminasi di lingkungan masyarakat, bukan?

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwasanya kita sebagai masyarakat yang majemuk berkewajiban untuk menjaga dan menghormati hak mereka yang terjangkit COVID-19, meskipun mereka belum bisa menjaga hak kita. Mereka yang positif COVID-19 seharusnya juga sadar diri untuk menaati prokes dan melakukan isolasi mandiri di rumah atau di tempat yang sudah disediakan pemerintah. Sehingga hak perlindungan dari diskriminasi untuk masyarakat positif covid-19 dan hak kesehatan untuk masyarakat lainnya sama-sama terpenuhi.

 

Referensi:

https://www.suaramerdeka.com/nasional/pr-04473074/kekerasan-terhadap-pasien-covid-19-tak-bisa-dibenarkan?page=all

https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/25/104215065/fakta-fakta-pria-di-toba-yang-dianiaya-karena-positif-covid-19?page=all

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt515867216deba/perbuatan-perbuatan-yang-termasuk-penganiayaan/

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

https://asset.kompas.com/crops/7wTfX3dnuJtZdvMe825gCxxE1xk=/51x0:988x625/750x500/data/photo/2021/01/01/5fef393177153.jpg

 

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARUSKAH JAKARTA MELEPAS STATUS IBU KOTA NEGARA?
NASIONALISME TIDAK MEMANDANG PILIHAN GENRE MUSIKNYA
FENOMENA INTOLERAN BERAGAMA DI INDONESIA