Langsung ke konten utama

BHINNEKA TUNGGAL IKA

Azzahra Fitri Videyarani


Pendahuluan

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Republik Indonesia yang juga tertulis pada lambang negara yaitu Burung Garuda. Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna berbeda-beda tetapi tetap satu. Makna tersebut sesuai dengan keadaan Indonesia yang majemuk. Semboyan ini mengakui keberagamaan dalam kehidupan berbangsa. Keberagamaan ini dipersatukan oleh sistem nasional dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 dan UU Nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan.

 

Sejarah dan Hakikat Bhinneka Tunggal Ika

Istilah Bhinneka Tunggal Ika ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular pada abad ke-17. Tulisan lengkapnya dalam buku Sutasoma berbunyi sebagai berikut:

"Rwaneka dhatuwinuwus Buddha Wisma, Bhineki rakwa ring apan kena, parwanosen, mangka ng inatwa kalawan Siwatawa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa."

Artinya: Bahwa agama Budha dan Siwa (Hindhu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah tetapi satu jua, tak ada dharma yang mendua.

Secara harfiah, bhinneka berarti beragam, tunggal berarti satu, dan ika berarti itu. Bhinneka Tunggal Ika difahami dengan "beragam satu itu". Maksud dari ungkapan tersebut adalah agar antar umat beragama (Budha dan Hindu) dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis. Menurut Mpu Tantular, kedua agama tersebut memiliki hakikat kebenaran ajaran yang satu.

Budha dan Hindu adalah agama resmi pada masa Kerajaan Majapahit. Perbedaan tersebut dapat menjadi masalah jika tidak diatur oleh pemerintah. Kemudian Mpu Tantular menuliskan ajaran moral "Bhinneka Tunggal Ika" dan diterapkan dengan baik serta didukung oleh pemerintah kerajaan. Inilah yang membuat Kerajaan Majapahit dapat menjadi kerajaan besar dan membangun kehidupan bersama yang rukun dan damai.

Moh. Yamin adalah orang yang pertama kali mengusulkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan sesanti Negara. Namun sebelum beliau, ungkapan Bhinneka Tunggal Ika telah diteliti pertama kali oleh Prof. H. Kern pada tahun 1888 M dalam Verspereide Geschriften (1916, IV:172) kemudian diteliti oleh Moh. Yamin. Pada sela-sela sidang BPUPKI (Mei-Juli 1945), Moh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika”. Mendengar itu, kawannya dari Beleleng yang bernama I Bagus Sugriwa lantas menyambut sambungan ungkapan itu dengan “Tan Hana Dharma Mangrawa” (tak ada dharma yang mendua).

Dari saat itu, dapat diketahui bahwa kitab yang ditulis oleh intelektual Budha masih dikenal dan dipelajari oleh intelektual Hindu. Para intelektual Muslim juga toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular yang beragama Buddha. Sikap toleran semacam ini merupakan sikap dasar suku-suku bangsa yang ada di Indonesia, yang telah mengenal beragam agama, bermacam kepercayaan, berlapis-lapis, dan beraneka budaya jauh sebelum Islam datang dan menjadi mayoritas di Nusantara.

Pada saat Indonesia merdeka, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dicantumkan secara resmi pada lambang Negara yaitu Garuda Pancasila sebagaimana diatur dalam pasal 36A UUD 1945, “lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Bhinneka Tunggal Ika yang pada mulanya berkenaan dengan semangat toleransi dalam beragama diangkat menjadi semboyan resmi bangsa Indonesia yang tertulis dalam lambang Negara Indonesia berdasarkan Peratuaran Pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara. Penetapan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara adalah kehendak bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mempersatukan masyarakat yang majemuk dengan latar belakang suku bangsa, budaya, dan adat istiadat yang beranekaragam.

 

Makna Bhinneka Tunggal Ika

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berikut ini makna luhur Bhinneka Tunggal Ika:

  1. Bangsa Indonesia menyadari bahwa keragaman, baik suku bangsa, agama, ras, antargolongan, bukan merupakan unsur pemecah. Melainkan faktor potensi atau modal terbentuknya persatuan dan kesatuan Indonesia.
  2. Bangsa Indonesia menyadari bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika mendorong lahirnya persatuan dan kesatuan Indonesia yang semakin kokoh. Karena pengalaman sejarah bahwa semangat kedaerahan hanya akan memecah belah bangsa Indonesia sehingga mudah dikuasai oleh bangsa lain.
  3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa di tengah arus globalisasi yang sangat cepat dan terjadinya percampuran budaya diperlukan penyaringan. Agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap utuh dan semangat berbeda tetapi tetap satu atau Bhinneka Tunggal Ika.
  4. Bangsa Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu pilar selain UUD RI 1945 dan NKRI demi kokohnya kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

 

Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia

Belajar dari keberhasilan Kerajaan Majapahit dalam membangun kehidupan yang rukun dan damai, maka sepakatlah menggunakan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai semboyan dan ditulis dicengkraman Burung Garuda. Semboyan ini bukan hanya menjadi pedoman dalam kehidupan yang majemuk, tetapi juga menjadi falsafah dan semboyan pemersatu Nusantara. Ini berarti bahwa kesadaran untuk bersatu dalam keberagaman sudah dilakukan oleh sukubangsa-sukubangsa di Nusantara ini berabad-abad sebelum memasuki masa modern.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengandung arti pengakuan adanya unsure pluraristik dan multikulturakistik dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pluraristik dan multukulturaistik kehidupan masyarakat ini tunduk dan terikat dalam kesatuan Negara Indonesia, diatur secara administratif oleh sistem nasional berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Multikulturalisme, menurut Suparlan (2003) adalah sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralism budaya sebagai corak kehidupan masyarakat.

Multikulturalisme mengakui dan melindungi keanekaragaman budaya, termasuk dalam hal ini kebudayaan mereka yang tergolong minoritas. Pelaksanaan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi prioritas penting agar kesetabilan keamanan secara nasional dan keteraturan sosial dalam kehidupan sehari-hari yang memungkinkan masyarakatnya untuk menjalankan fungsi-fungsi produktifitas mereka dan meningkatkan serta menikmati kesejahteraan hidup pada level yang pantas dapat tercapai.

 

Nilai-Nilai Bhinneka Tunggal Ika

Dari pengertian, hakikat, dan makna yang diharapkan dapat ditemukenali nilai yang terkandung di dalam Bhinneka Tunggal Ika, yaitu:

  1. Toleransi

Toleransi mengajarkan untuk  bersikap  tidak mudah merendahkan atau menyepelekan keberadaan orang lain oleh karena kondisinya.  Sikap  toleransi  mengajak  kita  untuk  berpikir  secara  utuh  dan rendah  hati,  yakni  menyadari  bahwa  kita  (setiap  pribadi)  hanyalah  bagian kecil dari kesemestaan alam.

  1. Keadilan

Keadilan  senantiasa  berkaitan dengan  hak  hidup,  atau  hak  memperoleh sesuatu yang bertalian dengan kepentingan pribadi. Dalam  situasi  semacam  ini,  batas-batas  antara hak  dan  wewenang  setiap  fihak  harus  ditetapkan  secara  jelas,  tegas  dan proposional. Keadilan memiliki makna tidak memihak, tidak bersikap hidup mengelompok  dan  tertutup  (eksklusif). 

  1. Gotong Royong

Gotong royong memiliki arti memikul beban bersama. Suatu kebiasaan adat masyarakat yang dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat disegenap wilayah tanah air ini. Gotong royong bertujuan meringankan beban sesamanya, atau guna mewujudkan kepentingan bersama. Karena itu gotong royong menunjukkan sikap peduli akan keprihatinan atau kekurangan  orang  lain dan dengansukarela  membantu.

  1. Kerukunan

Salah  satu  nilai  yang  menciptakan  kerukunan  adalah  kepercayaan. Kepercayaan  kepada  diri  dan  orang  lain  akan  member  keyakinan  bahwa dunia  akan  menjadi  lebih  aman,  damai,  dan  sentosa. Nilai  kerukunan  lain  adalah  apresiasi  terhadap  orang,  agama,  atau suku lain. Nilai  kerukunan  yang  lain lagi  adalah  kesempatan  untuk  menolong, menghibur,  dan  menumbuhkan  keberanian  orang  lain  di  sepamjamg  jalan spiritual.

 

Contoh Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Bhinneka Tunggal Ika sudah seharusnya ditumbuhkan mulai dari lingkungan keluarga. Kemudian diimplementasikan pada lingkungan sekolah dan masyarakat. Keluarga menjadi contoh utama dalam mengambil sikap dan membentuk karakter. Implemenasi Bhinneka Tunggal Ika dalam keluarga dapat berupa menghormati serta menyayangi kedua orang tua dan saudara. Saling membantu dalam hal positif dan menjaga hubungan baik dengan kelurga inti maupun keluarga besar. Sikap-sikap terpuji ini juga perlu diterapkan pada lingkungan sekolah dan masyarakat dengan saling menghargai, menghormati, dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang berbeda ras, suku, agama, dan lain sebagainya.

Salah satu bentuk implementasi Bhinneka Tunggal Ika di lingkungan masyarakat dapat dilihat di masyarakat Bali. Masyarakat mayoritas di Bali merupakan pemeluk agama Hindu, sedangkan agama-agama lain seperti Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Konghucu dibawa oleh pendatang dari luar Pulau Bali. Puja Mandala adalah salah satu bentuk toleransi masyarakat Bali dalam kehidupan beragama. Di Jembrana, Bali umat  Islam  bisa  dengan  mudah  membangun  masjid  di sana  karena  adanya  hubungan  baik  antara  umat  Islam dengan  Hindu.  Umat  Islam  yang  minoritas  tidak  dipersulit untuk membangun tempat ibadahnya. Toleransi semakin terwujud kokoh di daerah Jembrana walaupun ada perbedaan budaya. Kata kuncinya adalah karena  adanya  sikap  saling  menghargai  di  tengah  perbedaan yang ada.

Bhinneka Tunggal Ika juga diterapkan di masyarakat Betawi Kelurahan Cengkareng Timur. Hal tersebut dilihat dari ketika mengadakan acara pernikahan. Mereka tidak hanya mengundang masyarakat Betawi, tetapi juga masyarakat pendatang. Sikap saling menjaga dan kerukunan mereka tercermin dengan tidak adanya konflik SARA. Namun, sikap gotong royong sudah mulai memudar karena pengaruh berkembangnya teknologi dan perubahan lingkungan. Cara masyarakat Betawi memberikan pemahaman pentingnya Bhinneka Tunggal Ika kepada pendatang dan generasi muda tidak hanya melalui nasihat tetapi juga contoh langsung.

 

Kesimpulan

Pengambilan Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan dalam berbangsa dan bernegara telah disepakai oleh semua lapisan masyarakat sehingga menjadi modal yang sangat penting bagi bangsa untuk menjadi negara yang besar dan maju. Nilai-nilai  kebangsaan  yang  terkadung dalam Bhineka  Tunggal  Ika,  sebagai  ajaran  moral  tentang  sikap toleran, adil  dan bergotong  royong  merupakan  strategi  yang  tepat  untuk  mengatasi  nilai-nilai baru yang cenderung semakin individualistis dan materialistis itu. Oleh karena itu, masyarakat harus mengimplementasikan semboyan ini dan tugas negara untuk mensosialisasi agar semua lapisan masyarakat pasa masa milineal ini memahami dan menghayati serta mengamalkan dalam kehidupan sehar-hari.

 

Referensi

Alvian, Alvin. 2016. Implemantasi Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Dalam Kehidupan Masyarakat Betawi Di Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng Kota, Jakarta Barat. Semarang. Skripsi.

Layan, I Wayan., 2018. Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara. Bali: Universitas Udayana

M. Abdul Karim. Toleransi Umat Beragama Di Desa Loloan, Jembrana, Bali (Ditinjau dari Perspektif Sejarah) Analisis, Volume XVI, Nomor 1, Juni 2016. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mubarok, Nafi'., dkk. 2020. Kewarganegaraan. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

Parsudi Suparlan. “Bhineka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau Kebudayaan?”. Jurnal Antropologi Indonesia, No. 72, Tahun 2003.

Sarbaini dan Zainul Akhyar. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi: Membina Karakter Warga Negara yang Baik. Banjarmasin: UPT-MKU Universitas Lambung Mangkurat.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARUSKAH JAKARTA MELEPAS STATUS IBU KOTA NEGARA?
NASIONALISME TIDAK MEMANDANG PILIHAN GENRE MUSIKNYA
FENOMENA INTOLERAN BERAGAMA DI INDONESIA